LATAR BELAKANG
Media massa adalah sarana untuk mengakses banyak informasi dan merupakan sebuah aspek yang sangat penting dalam masyarakat kita. (Thomas, 2007:80) Misalnya media televisi sebagai media komunikasi. Scannell (1988) dalam penelitian terhadap peran sosial dari bidang penyiaran menyatakan bahwa bahasa yang kita gunakan untuk membicarakan tentang acara di televisi juga mencerminkan penerimaan kita terhadap kehadiran media televisi (dalam Thomas, 2007:81).
Dengan adanya media tersebut, maka semakin tinggi tingkat kemauan masyarakat kepada wacana. Maka, semakin banyak pula program tayangan yang akan disiarkan media tersebut. Media televisi sebagai media komunikasi digunakan untuk memberikan hiburan, informasi, serta hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dewasa ini. Misalnya acara Bukan Empat Mata ditayangkan di Televisi Trans 7. Acara tersebut termasuk program talk show, karena terdapat dialog interaktif antara pembawa acara dengan menghadirkan selebriti pada setiap episodenya. Talk show semacam ini di kemas dalam bentuk talk show guyonan, karena pada acara tersebut di samping tanya jawab juga menampilkan banyak guyonan-guyonan, humor, bahkan terdapat sindiran pada acara itu.
Sindiran pada acara talk show (Bukan Empat Mata) apabila diimbangi dengan canda tawa yang lucu maka keseriusan akan hilang dengan sendirinya. Maka dari itu, ahli sosiolinguistik Donna Eder dan ahli sosiolinguistik Kristin Hasun menemukan bahwa pemakaian kata-kata makian, hinaan, ejekan, dan tuturan sejenisnya diantara wanita-wanita kelas pekerja atau dibawahnya sangat lazim dan penggunaannya merupakan simbol keakraban (dalam Wijana, 2006:110).
Simbol keakraban dalam sindiran tujuannya yakni untuk berkomunikasi antara penutur dengan mitra tutur tanpa ada rasa sesuatu yang tidak menyenangkan hati dalam berkomunikasi. H.P. Grice berpendapat bahwa suatu kegiatan percakapan yang baik harus memenuhi tujuan percakapan (dalam Parera, 2002:244). Tujuan percakapan dalam sindiran ditentukan oleh latar atau tempat, waktu, situasi sosial, penutur, dan mitra tutur dengan maksud yang dibicarakannya.
Maksud yang dibicarakan terkadang berbicara ada yang bersifat positif, tetapi juga ada yang bersifat negatif. Misalnya, sebagai intropeksi diri dan perbedaan pendapat, selisih paham yang menyebabkan timbulnya kata-kata taboo atau pun kata-kata sindiran yang dilontarkan oleh penutur terhadap mitra tuturnya. Kata-kata sindiran tersebut muncul untuk mengekspresikan segala bentuk ketidaksenangan, kebencian, ketidakpuasan, dan bentuk protes terhadap mitra tuturnya. Luqman berkata,‘Diam itu hikmat, tapi sedikit sekali orang yang melakukannya’ (dalam Jaarullah, 1993:13).
Orang yang mendapatkan kata-kata sindiran secara langsung, dirasakan sangat menyakitkan dan melecehkan. Tetapi, terkadang kata-kata sindiran tersebut juga memiliki fungsi untuk menghibur atau hanya sekedar guyonan tanpa ada maksud untuk menyakiti hati dari mitra tutur tergantung pada situasi dan kondisinya.
Menurut Alwasilah (1987:142) bahasa juga berkaitan erat dengan kondisi-kondisi sekitar pemakaiannya, dan makna dari bahasa tersebut erat kaitannya dengan siapa penuturnya, di mana, sedang apa, kapan dan bagaimana; lingkungan sosial, profesional, regional dan historis juga akan mempengaruhi bahasa dan penafsirannya.
Misalnya, mantan presiden nomor empat sebut saja Gusdur (Abdurrahman Wahid). Ia menyindir kepada wakil presidennya yaitu Mega Wati Soekarno Putri dengan gaya bahasanya yang lucu yakni, “Kalau begini saja, tetap negara kesatuan, tapi isinya tetap negara federal. Gitu aja kok repot”.(Anwarianshah, Kanal Gaya Hidup. Selasa, 12 Mei 2009. http://wikimu.com). Contoh lain dalam acara Bukan Empat Mata bintang tamu menyindir pembawa acara dengan berkata “Saya mencari makhluk kecil, pendek, ya kaya begini”.(29 Juli 2009).
Bahasa yang diungkapkan Gusdur dan bintang tamu Bukan Empat Mata merupakan bentuk gaya bahasa yang sebenarnya mempunyai maksud tersendiri. maksud itu sebagai bentuk simbol yang ada di dalam penutur untuk disampaikan kepada mitra tutur melalui gaya bahasanya.
Misalnya contoh di atas dari sindiran Gusdus yang dilontarkan kepada Wapresnya mempunyai maksud, memang negara kita adalah negara kesatuan. Namun, disamping itu negara kita di dalamnya terbentuk dari beberapa negara lainnya (federal). Entah berkaitan dengan masalah ekonomi, politik, maupun masalah persatuan bangsa. sedangkan contoh acara Bukan Empat Mata di atas, bintang tamu mencari seseorang yang kecil, pendek seperti pembawa acara. Karena, pada dasarnya pembawa acara mempunyai karakteristik berbeda dengan yang lainnya.
Dengan demikian, sekalipun bahasa bersifat sistematis bahasa tetap bisa digunakan secara kreatif dan inovatif, juga penggunaannya bergantung pada situasi, yaitu apakah situasi itu publik atau pribadi, formal atau informal, siapa yang di ajak bicara. Intinya, semua itu mempunyai maksud dan tujuan tersendiri.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam skripsi dengan judul Penggunaan Sindiran dalam Percakapan Bukan Empat Mata di Televisi Trans 7.
PERMASALAHAN
a. Rumusan Masalah
Berdasarkan topik dan uraian di atas secara umum, rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah penggunaan sindiran dalam percakapan Bukan Empat Mata di Televisi Trans 7 ?
Secara khusus permasalahan ini dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimanakah gaya bahasa sindiran dalam percakapan Bukan Empat Mata di Televisi Trans 7 ?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar